MEDAN- Wakil Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Sumatera Utara (PSI Sumut), Muhri Fauzi Hafiz, berpendapat bahwa Pak Jokowi sebagai Presiden RI ke-7 merupakan sosok pemimpin yang baik, sosok Presiden yang sudah bekerja dan berkarya atas amanah yang diberikan rakyat sesuai dengan sistem pemerintahan yang berjalan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku di NKRI.
“Oleh karena itu, ketika ada diantara kita, atau beberapa orang yang mewakili pribadi-pribadi itu, yang pada saat ini sedang tampil terbuka dan menyampaikan dugaannya tentang Pak Jokowi sebagai seorang anak bangsa, dimana pada sisi lain yang tak terpisahkan bahwa secara defacto dan dejure Pak Jokowi juga telah mengikuti semua proses yang baik dan benar, dan Negara telah menjadi saksi atas kondisi yang terjadi, maka, dalam hal ini Muhri Fauzi Hafiz menyebut ada paradoks paradigma yang berujung pada “kebencian buta,” yang sesungguhnya tidak bisa dipaksakan kepada seluruh rakyat Indonesia, atas segala sesuatu yang terkait dugaan-dugaan itu kepada Pak Jokowi,” ujar Muhri kepada wartawan, Rabu (16/7/2025)
Muhri Fauzi Hafiz merasa prihatin, juga merasa hal ini tidak adil untuk Pak Jokowi. Menurutnya, aura kebencian yang cenderung tidak objektif dan melupakan sila ke-2 dari Pancasila yaitu, kemanusiaan yang adil dan beradab, hari-hari terakhir ini sudah mewarnai kejernihan ruang pikir dan ruang baca publik, yang mengakibatkan kebiasaan tanya jawab sebagai ciri khas dialog anak bangsa yang sudah menjadi warisan budaya luhur kita, terabaikan.
Sekarang, yang hadir adalah tuduhan-tuduhan dengan aura kebencian itu, tuduhan yang tidak bernilai urgensi dan ini berbahaya bagi masa depan cara pikir anak-anak usia remaja (SD/SLTP) yang beranjak dewasa, yang pada masanya diharapkan menjadi pemimpin Indonesia.
“Kami, yang secara pribadi dan kelompok, seperti di PSI Sumut ini adalah bagian dari yang memiliki rasa suka dan pendukung pak Jokowi, merasakan, bahwa apa yang terjadi saat ini, sudah melampaui dari batasan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, bukan mau mengatakan bahwa saudara-saudara yang hari ini sedang menuduh Pak Jokowi dengan dugaan-dugaan yang saudara miliki adalah sebagai provokator atau perusak nilai, bukan, tetapi kami merasakan aura kebencian itu sudah buta, ya kebencian buta itu sudah menjadi seperti “bendera” baru, yang dikibarkan diruang publik, untuk pembenaran semua dugaan-dugaan yang disampaikan kepada pak Jokowi. Sekali lagi bagi kami hal itu tidak baik dan tidak benar, tidak bisa dibiarkan juga karena dapat mengancam cara pikir anak-anak kita yang sekarang sedang tumbuh dan berkembang pola pikirnya yang kita masing-masing pun tidak bisa mengendalikan mereka karena sudah melekat dengan android dan dunianya,” katanya.
Bahkan lebih parahnya lagi, dirinya merasakan bahwa “bendera” kebencian buta itu seperti meminta dukungan untuk mengatakan bahwa semua pendukung dan yang suka Pak Jokowi adalah lawan yang harus “diperangi,” bila perlu “dibunuh,” sehingga semua menjadi diam dan takut untuk berpendapat.
Menurut KBBI, kebencian itu adalah kelompok kata nomina, yang dapat dilihat, diraba, juga dirasakan. Sebagai nomina kebencian memiliki arti, perasaan benci atau sifat-sifat benci dan sesuatu yang dibenci. Jika diteruskan akan membawa dendam yang tiada akhir. Apalagi jika itu adalah kebencian yang buta, maka, segala hal yang baik dan benar pada yang dibenci pastilah tidak dapat diterima dan diterjemahkan kembali.
“Aura kebencian buta, itu jelas bisa kami rasakan atas semua dugaan-dugaan itu, segalanyalah, dan ini berbahaya. Ya seperti kata Pak Jokowi, hal itu bisa “mendown grade-kan,” tidak hanya kepada sosok pak Jokowi saja, tetapi lebih luas, bisa “mendown grade-kan,” Negara, juga Pemimpin Negara dan perangkat negara, yang dapat mengancam pudarnya kepercayaan rakyat pada nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa ini sejak Indonesia ada,” tegas Muhri Fauzi Hafiz Wakil Ketua PSI Sumut.
Maka itu, dalam keterangannya, Muhri Fauzi Hafiz, mengajak kepada semua pihak, baik yang terlibat langsung sebagai tim pendukung dugaan-dugaan itu, untuk menerima kenyataan bahwa negara ini memiliki norma dan aturan hukum yang mengatur, silahkan kita memperjuangkannya tapi tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, saling menghormati semua proses hukum yang terjadi, jangan terus membenci. Ya, saat sudah dinyatakan selesai dan tidak bisa diproses secara aturan dan ketentuan hukum yang berlaku sebagai mekanisme yang ada yang dipatuhi ya, sudah kita hargai.
Selanjutnya untuk pribadi-pribadi dan kelompok yang memang memiliki rasa yang baik, suka dan mendukung Pak Jokowi, harus menjalankan tugas penting, yaitu, mencerdaskan anak bangsa, kita lakukan pencegahan “kebencian buta,” masuk ke ruang pribadi kita di keluarga, agar hal ini tidak menjadi kebiasaan baru yang bisa diikuti anak dan cucu kita pada masa depan. Sebagai pendukung Pak Jokowi kita juga harus memberikan pemahaman yang adil kepada orang lain, agar “kebencian buta,” tidak menjadi tren dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara.
“Karena agama apapun atau keyakinan apapun, yang kita miliki sekarang, tidak ada yang membenarkan kebencian buta itu dipaksakan pada anak manusia, agar menjadi penghalang dia merasakan keadilan, rasanya tidak ada itu, begitu,” kata Muhri Fauzi Hafiz mengakhiri.



















