Selain soal tata kelola Dana BOS SMA/SMK yang buruk, ternyata ketidak pedulian Edy Rahmayadi sebagai Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) pada dunia pendidikan Sumatera Utara, juga terjadi pada pembiaran nasib guru non sertifikasi yang sejak tahun 2021, tahun 2022, dan triwulan I 2023, dikabarkan dana tambahan penghasilan (tamsil) para guru tersebut, belum direalisasikan sama sekali.
Berdasarkan catatan wartawan, menurut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nomor 4 tahun 2022, menyebutkan bahwa guru ASN di daerah yang belum memiliki sertifikat pendidik diberikan tambahan penghasilan (tamsil), sebesar Rp 250.000,- setiap bulannya. Dimana penyaluran tamsil tersebut disalurkan setiap 3 bulan dalam 1 tahun anggaran. Artinya dalam 1 tahun anggaran ada 4 kali pembayaran tamsil ini.
Menurut Muhri Fauzi Hafiz, Wakil Ketua Partai Solidaritas Indonesia Sumatera Utara (PSI Sumut), perihal ada ratusan guru non sertifikasi yang belum mendapatkan haknya sesuai amanat UU dan Peraturan yang berlaku, merupakan bentuk berikutnya atas dugaan ketidak pedulian Gubsu Edy Rahmayadi pada dunia pendidikan Sumut.
“Sebagai seorang Gubernur, Edy Rahmayadi memiliki kewenangan yang lebih daripada orang lain, hal itu diatur UU dan peraturan yang berlaku, baik itu untuk mengatur pemerintahan daerah ini, maupun soal APBD. Jadi kalau ada sesuatu yang terjadi, dimana seharusnya dengan kewenangan seorang Gubernur hal itu bisa diselesaikan namun menjadi masalah bagi masyarakat apalagi para guru, tentu hal ini bisa kami katakan sebagai bentuk ketidak pedulian. Mulai tata kelola dana BOS SMA/SMK yang bermasalah, lalu ini ada lagi soal tamsil Guru non sertifikasi. Semua pada dinas pendidikan, yang jika kita gali, akibatnya bisa berdampak buruk untuk dunia pendidikan sumut.”
Muhri Fauzi Hafiz dalam keterangannya juga menambahkan selain dari informasi wartawan, dirinya juga mendengar ada oknum-oknum pejabat pada dinas pendidikan (Disdik) Sumut yang berperilaku tidak bermartabat.
“Beberapa waktu lalu dari seorang sahabat saya, dia cerita, bahwa ada salah satu oknum pejabat di disdik sumut dengan arogan mengatakan bahwa tamsil itu uang sedekah, jadi ada atau tidak ada, tidak perlu dipermasalahkan oleh para guru non sertifikasi. Dimana jika didengar oleh para guru non sertifikasi di seluruh Indonesia, pastilah kalimat ujaran tak bermartabat seperti itu bisa menyakitkan hati.”
Masih menurut Muhri Fauzi Hafiz, hal-hal teknis dan non teknis pada disdik sumut tidak boleh diabaikan, seperti tamsil ini, seharusnya tidak bermasalah jika Edy Rahmayadi sebagai Gubernur pro guru, dan memiliki kepedulian yang nyata untuk perbaikan dunia pendidikan. Karena para guru non sertifikasi itu juga melakukan tugas mulia sebagai pendidik di satuan pendidikan sekolahnya masing-masing. (*)